MEMILIH PEMIMPIN???
Hak-hak Dasar Warga Negara
Oleh: Harbani Pasolong
Tidak seorang pun bisa menentukan kehadiran dirinya di dunia ini apakah akan berkulit putih atau berkulit hitam. Apakah akan menjadi orang Jawa, Batak, Bugis, Makassar, Toraja, Mandar atau yang lainya. Ataukah lahir sebagai anak Pemimpin atau penjahat Kita menerimanya “secara ilmiah”. Karena itu tidak seorang pun punya wewenang merendahkan yang lain semata-mata karena “status seseorang”. Inilah dasar pandangan bahwa semua orang, pada hakikatnya sama mereka memiliki hak-hak dasar yang sama (kini populer dengan sebutan HAM: Hak-hak Asasi Manusia). Hak-hak dasar itu bukan pemberian siapa-siapa, melainkan bersifat alamiah, dan karena itu tidak bisa diambil oleh siapapun . hak-hak dasar itu antara lain: kebebasan berbicara dan berpendapat, kebebasan berkumpul atau berserikat, hak untuk mendapatkan perlindungan yang sama di depan hukum, ahak atas proses sewajarnya serta pengadilan yang jujur.
Demokrasi, dimana pun hendak diselenggarakan di: Pemerintahan, Perguruan Tinggi tidak terpisah dari hak-hak dasar manusia sebagai inti ide kebangsaan, yang sejak sebelum masehi sudah diperdebatkan oleh para filsuf . Mengingat rakyat adalah warga bagi suatu negara demokratis dan bukan kawula. Hak-hak itu bukan pemberian siapa-siap, negara atau pemerintah tidak punya wewenang mengintervensi atau merempas hak-hak yang dimiliki oleh setiap warganya. Sebaliknya negara atau pemerintah wajib melindunginya. Demokrasi tidak pernah memberikan kebebasan atau hak-hak dasar kepada manusia. Jadi bukan karena demokrasi orang memperoleh hak dasar tersebut. Justeru sebaliknya, demokrasi terselenggara oleh karena adanya kebebasan atau hak-hak dasar. Karena hak-hak dasar itulah yang menjamin atau melindungi kebebasan seseorang untuk ikut serta dalam pesta demokrasi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa hak-hak dasar mengacu pada perseorangan atau individu. Dalam demokrasi seseorang bertindak melaksanakan hak-haknya atas nama pribadi, bukan “atas nama statusnya atau kelompoknya”?. Ketika seseorang warga negara memberikan suaranya pada suatu pemilihan umum yang bebas, ia menjalankan haknya untuk menentukan siapa yang akan memimpin atas namanya, sekali lagi bukan atas nama statusnya atau kelompoknya. Begitu pula, ketika ia berpendapat tentang suatu hal, ikut menanggapi isu-isu politik, menentukan untuk bergabung dengan sebuah kelompok atau ikut secara bebas dalam pemilihan umum. Semua itu berlangsung secara individual, dan dalam pengertian ini hak-hak individual setiap warga negara adalah benteng terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin.
Mengingat hak-hak itu memang mengacu pada individu, di Indonesia demokrasi mudah ditafsirkan identik dengan liberalisme/individualisme, sebuah paham yang dianggap tidak cocok dengan masyarakat Indonesia yang menurut istilah Prof. Soepomo “diliputi oleh semangat gotong royong, semangat kekeluargaan”. Penafsiran demikian membuat undang-undang dasar 1945 setengah hati menerima hak-hak dasar warga negara, sehingga tidak ada hambatan berarti bagi pemimpin untuk mengintervensi kebebasan yang dimiliki setiap warga negaranya, terutama jika kebebasan itu dinilai membahayakan kelangsungan kekuasaannya. Pada hal demokrasi tanpa perlindungan terhadap hak warga negara adalah “omong kosong”.
Lalu apakah hak-hak tersebut akan dijalankan secara liar begitu saja? Tentu jawabannya tidak. Demokrasi justeru melindungi dan menyelamatkan hak-hak seseorang dari ancaman keliaran nafsu pribadi orang lain. Hak-hak warga negara yang bersifat individu itu tidak berjalan dengan sendiri. Hak bukanlah milik pribadi individu, melainkan ada hanya selama hak itu diakui orang lain. Dengan perkataan lain, terdapat tanggung jawab yang ditimbulkannya. Demokrasi bisa mewujudkan cita-cita kebebasan dan aktualisasi diri, tapi juga bermata tajam terhadap hakikat manusia yang tak mungkin hidup sendirian. Demokrasi membutuhkan kerjasama dan kesanggupan membangun konsesus di antara segenap warga negara, dan disanalah demokrasi menuntut setiap warga agar bertanggung jawab atas hak-hak yang dinikmatinya. Demokrasi memang menuntut warga negara mendidik diri atau belajar menikmati hak-haknya. Lantas apakah Setiap warga tetap organisasi sudah menikmati hak-haknya?
Karena itu, meski dalam demokrasi berlaku prinsip mayoritas, tidak dengan sendirinya kekuasaan mayoritas boleh merampas hak minoritas. Dalam kerangka hak-hak asasi setiap warga negara itu pula kekuasaan mayoritas harus bertindak melindungi hak-hak minoritas. Perlindungan hak-hak minoritas bukan karena kekuasaan mayoritas baik hati, tetapi demokrasi memang melindungi hak semua warganya, hak-hak itu tidak bisa dihapus oleh siapapun meski atas nama mayoritas.
Jadi dalam demokrasi, pihak yang kalah tetap memperoleh tempat terhormat, dapat menikmati kebebasan atas hak-haknya, dan karena itu pula demokrasi sering dianggap sebagai pelembagaan kebebasan atau hak-hak asasi manusia.
Demokrasi membutuhkan konstitusi atau hukum. Negara demokratis adalah negara hukum. Jadi setiap pemimpin harus berdasarkan hukum. Tetapi apakah pemimpin berdasarkan Hukum dengan sendirinya demokratis? Jelas tidak. Negara Hukum tidak selalu demokratis. Pemimpin yang tidak demokratis bisa saja membuat hukum yang dibuatnya itu sehingga tampak konstitusional, pada hal tidak demokratis. Sebaliknya demokratis tanpa pemimpin yang taat hukum sangat diragukan atau bahkan “omong kosong”.
Dalam demokrasi, hukum atau peraturan adalah buatan rakyat dan bukan sesuatu yang dipaksakan kepada rakyat. Rakyat membuat hukum melalui badan-badan perwakilan yang telah dipilihnya secara bebas. Lantas apakah setiap warga negara sudah mempunyai perwakilan disetiap lembaga? Jawabannya anda yang tahu? Warga suatu negara tunduk pada hukum karena mereka menyadari bahwa hukum tersebut buatan mereka sendiri meski secara tidak langsung. Atas dasar ini pula setiap warga negara memiliki hak atas persamaan atas perlindungan yang sama termasuk persamaan hak dalam menentukan pemimpinnya. Karena setiap warga negara mempunyai memimpin, namun kenyataannya tidak semua warga negara berhak memilih pemimimpinnya. Dengan demikian, demokrasi sama sekali tidak menganjurkan kekuasaan tanpa aturan hukum yang jelas. Pada hal semua sudah jelas. Demokrasi menuntut pelembagaan hukum, dan melalui pelembagaan hukum inilah warga negara menikmati hak-hak atau kebebasannya.
Sebuah renungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar